Wednesday 18 April 2012

STRUKTUR PRODUKSI,DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

 

STRUKTUR PRODUKSI

Struktur produksi adalah logika proses produksi yang menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir. yang biasanya ditunjukan dengan menggunakan skema.struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional.berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor yakni sektor primer,sekunder dan tersier.

sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur prduksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. perubahan struktur produksi dapat terjadi karena : 
- sifat manusia dalam prilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
- perubahan teknologi secara terus-menerus,dan
- semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.

struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer,tersier dan industri. sejalan dengan semakin meningkatnya pembangunan ekonomi maka pada akhir pada pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.


DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah kedaan dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial danp politik.

masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara yang sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangannya dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara.semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. negara maju menunjukan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemisikinan yang relatif kecil dibanding negara berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu suilit untuk mengingat GDP dan GNP mereka relatif tinggi. walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalh internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.

berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapat dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang. beberapa lembaga internasional seperti IMF dan bank dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. kesalahan dalam pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan atau pinjaman tsb, justru berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonoman negara bersangkutan.

perbedaan pendapat timbul karena ada perbedaan dalam pemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal. pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses "penetasan" hasil pembangunan ke bawah dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru. apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang,maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. penetapan pajak penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasikannya. pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsudi dan proyek pembangunan.

tingginya PDB suatau negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. kenyataan menunjukan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecenderungan yang terjadi justru sebaliknya. distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadi disparitas. semakin besar perbedaan pembagian pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak lepas dari permasalahan ini.

sumber : anda denis 
 

 
 

Tuesday 17 April 2012

KEBIJAKAN PEMERINTAH


KEBIJAKAN PEMERINTAH Per-PERIODE

• Periode 1966-1969 Kebijaksanaan pemerintah ini lebih diarahkan kepada proses perbaikan dan pembersihan di semua sector dari unsure-unsur peninggalan pemerintah orde lama, terutama dari Paham Komunis. Mengupayakan penurunan tingkat inflasi yang masih sangat tinggi.
• Periode Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :  Kestabilan harga bahan pokok, Peningkatan Nilai Ekspor, Kelancaran Impor, Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
 • Periode Pelita II  Kebijaksanaannya mengenai Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah, mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK). Kebijaksanaan Fiskal, Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978, Menaikkan hasil produksi nasional, menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
• Periode Pelita III Kebijaksanaanya meliputi : Paket Januari 1982, Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor. Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase), keharusan eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama. Kebijaksanaan Devaluasi 983, yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
• Periode Pelita IV Kebijaksanaannya adalah  Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.  Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.  Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun.  Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal. Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas.  Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.  Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan. Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut. Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
• Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. B. Kebijakan Moneter Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui peredaran uang dan tingkat suku bunga. Kebijakan ini ditempuh untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh baik yang positif/sebaliknya dari peredaran uang dan tingkat suku bunga yang berlaku di masyarakat. Kebijaksanaan moneter ini dijalankan oleh Pemerintah melalui Lembaga Keuangan, yaitu Bank Indonesia.

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA PERIODE PELITA I

Kebijaksanaan pemerintah dalam periode ini dimulai pada:
1.       Peraturan Pemerintah No.16 Tahun1970, mengenai penyempurnaan tata niaga bidang eksport dan import.
2.       Peraturan Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar, dengan sasaran pokoknya yaitu;
·         Kestabilan haga bahan pokok
·         Peningkatan nilai ekspor
·         Kelancaran impor
·         Penyebaran barang di dalam negeri

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA PERIODE PELITA II

Pada periode ini agenda pemerintah  diisi dengan kebijakan mengenai perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah disamping untuk mendorong kemajuan pengusaha kecil/ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK)



Kebijakan Pemerintah pada periode Pelita III

Pada Januari 1982, berisi tentang tata cara pelaksanaan ekspor impor , dan lalu lintas devisa. Di dalam kebijaksanaan ini diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor. Kebijakan ini kurang membawa hasil, dikarenakan terjadinya resesi dunia yang belum juga berakhir pada masa itu.
Paket kebijaksanaan imbal beli.yang dikeluarkan untuk menunjang kebijaksanaan paket pada Januari di atas. Dalam kebijakan ini tersirat keharusan eksportir dan importir untuk membeli barang brang indonesia dalam jumlah yang sama. Ternyata kebijakan inipun masih belum berhasil, karena resesi dunia. Dengan adanya resesi itu mengakibatkan naiknya tingkat inflasi, sehingga tabungan masyarakat menurun, dana untuk investasi jadi berkurang. Akibat lebih jauhnya adalah turunya produktifitas dengan demikian pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang.
Kebijakan devaluasi 1983, yakni dengan menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar dari Rp 625/$ menjadi 970/$, dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat, sehingga penerimaan negara jadi meningkat, komoditi impor menjadi lebih mahal, karena di perlukan bayak rupiah untuk mendapatkanya. Dengan demikian diharapkan industri dalam negeri dapat berkembang untuk meningkatkan produktifitas . akibatnya penerimaan pemerintah dari sektor pajak pun dapat ditingkatkan

Kebijakan pemerintah pada Periode Pelita IV

Beberapa kebijakan pemerintah yang lahir dalam periode ini adalah  Kebijakan INPRES No.4 tahun 1985, kebijakan ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas. Sedangkan di pihak lain masih banyak ditemui hambatan , seperti sarana pelabuhan yang belum tertata rapi dan munculnya biaya tinggi.
Tindakan yang diambil untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi adalah    :
1.      Memberantas pungutan liar
2.     Mempermudah prosedur pembeanan
3.     Menghapus dan memberantas biaya biaya siluman

Paket kebijaksanaan 6 Mei 1986 (PAKEM) yang dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sektor swasta dibidang ekspor maupun dibidang penanaman modal
Paket DEVALUASI 1986, tindakan ini ditempuh karena jatuhnya harga dipasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun, kebijaksanaan ini kali ini didukung dengan pinjaman dari luar negeri.
Paket kebijaksanaan 25 Oktober 1986 yang merupakan diregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal, dengan cara melakukan
1.     Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
2.     Proteksi produksi yang lebih efisien
3.     Kebijakan penanaman modal
paket kebijaksanaan 15 Januari 1987, dengan melakukan peningkatan efisiensi, inovasi, dan produktifitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) dalam rangka meningkatkan ekspor non migas. Langkah yang di tempuh diantaranya adalah     :
1.     Penyempurnaan dan penyerdehanaan ketentuan impor
2.     Pembebasan dan keringanan dalam bea masuk
3.     Penyempurnaan klasifikasi barangnya
 Paket kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), dengan melakukanrestrukturisasi bidang ekonomi, terutama dalam bidang meperlancar perijinan (deregulasi)
 27 Oktober 1988, yakni kebikan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan untuk menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan
 Paket kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), dengan melakukan deregulasi dandebirokratisasi dibidang perdagangan dan hubungan laut.
Paket kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijaksanaan dibidang keuangan dengan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktifitas yang lebih produktif, selain itu, kebijakan juga berisi mengenai diregulisasi dalm hal pendirian perusahaan asuransi.

Kebijakan pemerintah pada PELITA V 89/90-93/94

Pelita V di mulai tanggal 1 April 1989-31 Maret 1994.pelita ini menekankan sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil seperti :

Komoditi ekspor
Pengolah hasil pertanian
Penghasil mesin-mesin
Industri yang banyak menyerap tenaga kerja.

Pelita V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). • Periode Pelita V lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.
                  
KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DISEKTOR LUAR NEGERI

Sebelum membahas kebijakan Fiskal dan Moneter disektor luar Negri, terlebih dahulu kita mengetahui pengertian dari Fiskal dan Moneter.

A.  KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah dalam mengatur penawaran uang (jumlah uang beredar) dan tingkat bunga.
Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive). Sebaliknya jika uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive). Istilah lain untuk kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dilaksanakan oleh Bank Sentral. Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah, mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan pertumbuhan ekonomi, sekaligus mengendalikan inflasi.
Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa melambung tinggi, menurunya tabungan dan tingkat investasi.
Kebijakan moneter ketika terjadi Inflasi, yaitu,
·         Menjual surat berharga
·         Menaikkan suku bunga
Kebijakan moneter ketika terjadi Deflasi, yaitu
·          Menurunkan suku bunga
·          Membeli surat berharga

Kebijakan moneter dibedakan atas kebijakan yang bersifat kuantitatif dan yang bersifat kualitatif.
Kebijakan moneter kuantitatif merupakan kebijakan umum yang bertujuan untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan tingkat bunga dalam perekonomian. Kebijakan moneter kuantitatif dibedakan dalam tiga jenis tindakan, yaitu :
Ø  Operasi pasar terbuka
Ø  Mengubah tingkat diskonto
Ø  Mengubah tingkat cadangan minimum
Kebijakan moneter kualitatif bersifat kebijakan terpilih atas beberapa aspek masalah yang dihadapi pemerintah. Kebijakan moneter kualitatif juga dibedakan dalam dua jenis tindakan, yaitu :
§  Pengawasan kredit secara selektif
§  Pembujukan moral
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Kebijakan moneter juga bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yaitu menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kesetabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

Kebijakan moneter dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1.     Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2.    Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar.Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

1.     Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2.     Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3.    Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4.     Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Kebijakan Moneter terdiri dari :
1.          Kebijakan Moneter Kuantitatif

Mengatur JUB dan tingkat bunga melalui :
· Operasi pasar terbuka melalui SBI
· Merubah tingkat bunga diskonto
· Merubah prosentasi cabangan cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum.

2.         Kebijakan Moneter kualitatif
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum atau lembaga keungan lainnya baik manajemen maupun produk yang ditawarkan untuk mendukung kebijakan moneter kuantitatif

B.  KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang mengarahkan pada kondisi perekonomian yang lebih baik dengan jalan mengubah dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal lebih menekankan pada peraturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang yang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan uang belanja pemerintah.

Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi dalam anggaran belanja.
Macam : pajak langsung dan tidak langsung, pajak regresif sebanding dengan progresif, penerimaan pemerintah dan pengendalian pengeluaran masyarakat, untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.

Tujuan kebijakan fiskal adalah mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan.

Contoh kebijakan fiskal:
Apabila perekonomian negara mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan.

C.  KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DILUAR NEGRI
Kebijakan Fiskal dan Moneter saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

1.      Kebijakan Menekan Pengeluaran
Dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara :
a. Menaikkan pajak pendapatan.
b. Menaikkan tingkat bunga.
c. Mengurangi pengeluaran pemerintah.

2.      KebijakanMemindahkan Pengeluaran
Cara :
1. Memaksa.
a. Mengenakan tarif dan atau kuota.
b. Mengawasi pemakaian valuta asing.
2. Rangsangan.
a. Ekspor : mengurangi pajak komoditi ekspor,
menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli
dan biaya siluman.
b. Menstabilkan harga dan upah di dalam negeri.
c. Melakukan devaluasi

Kebijakan Subsidi BBM
                Dengan naiknya harga minyak dunia, Pemerintah harus lebih keras memutar otak untuk subsidi BBM. Kebijakan subsidi BBM menawarkan salah satu opsi, yaitu mengkonversi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Banyak kalangan yang tak berpendapat lurus terhadap kebijakan ini. Beberapa kalangan menilai bahwa mengkonversi BBM ke BBG sangat membutuhkan proses panjang. Kurangnya sarana dan prasarana dalam pengisian BBG membuat beberapa kalangan menilai opsi ini tidak tepat. Namun pemerintah mengklaim bahwa pembangunan stasiun pengisisan BBG akan dipercepat sehingga masyarakat akan lebih mudah untuk menjangkaunya.
Kebijakan subsidi BBM menurut salah satu tokoh Indonesia, yaitu Darmin Nasution selaku Gubernur Bank Indonesia menuturkan bahwa dengan berkurangnya subsidi BBM yang rencananya akan dilakukan pada 1 April lalu akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi. Beliau menjelaskan bahwa berkurangan subsidi BBM akan mengurangi daya beli akibat kenaikkan harga BBM. Tidak dapat dipungkiri bahwa BBM merupakan objek vital dalam pembangunan ekonomi. Tanpa BBM jantung dunia akan berhenti berdenyut, khususnya Indonesia dan negara-negara maju yang sangat membutuhkan BBM untuk pembangunan nasional.
Namun jika subsidi ini diteruskan akan sangat berdampak pada APBN yang akan terus membengkak. Kurang tepatnya pendistribusian BBM ke kalangan masyarakat golongan bawah menjadi salah satu factor yang menyebabkan sia-sianya subsidi BBM tersebut. Banyaknya kalangan atas yang ikut menikmati BBM bersubsidi membuat APBN yang seharusnya diperuntukkan masyarakat bawah menjadi berbelok ke arah yang salah. Hal ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus. Pemerintah harus segera mereformasi kebijakan ini agar nantinya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak membengkak yang mungkin akan berdampak pada munculnya inflasi di Indonesia. 

sumber :
Koding (GO) hal 292-294



Create by
Afdel Jujur Sahat MT S (20211274) ,Anjar Rahman Dani (20211937)
Budi Nugraha (21211549),Dewi Febriyanti (21211955)
Eka Widiantoro (22211365),Elia Dewi Sagita (22211401)
Hendra Hardianto (23211285),Silvia Rachman (26211770)
Kelas 1EB24